ASAS GOTONG ROYONG
DALAM MENGUSAHAKAN TANAH PERTANIAN
Asas
gotong royong dalam UUPA terdapat dalam pasal 11, 12, dan 13 UU No.5 Tahun1960.
“Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan
bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam
bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat bersama-sama dengan pihak
lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria (pasal 12 UUPA)”.
Selanjutnya dalam pasal 13 dijelaskan :
1) Pemerintah
berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa,
sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat
hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun
keluarganya.
2) Pemerintah
mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi
dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
3) Usaha-usaha
Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat
diselenggarakan dengan Undang-undang.
4) Pemerintah
berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang
perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan agraria.
Asas
ini juga mengandung pemahaman bahwa tanah pertanian harus dikerjakan atau
diusahakan secara arif oleh pemiliknya sendiri dan mencegah cara-cara yang
bersifat pemerasan. Pelaksanaan dari asas ini dengan diselenggarakannya Landreform atau Agraria Reform dan Rural Development,
yaitu tanah pertanian harus diusahakan atau dikerjakan secara aktif oleh
pemiliknya sendiri tanpa ada unsur pemerasan. Demikian pula terhadap tanah
tidak digunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya. Untuk
mewujudkan asas ini, maka diadakan ketentuan-ketentuan tentang batas maksimum
atau minimum penguasaan/pemilikan tanah, agar tidak terjadi penumpukan
penguasaan/pemilikan tanah di satu tangan golongan mampu. Pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan karena hal-halyang
demikkian itu merugikan kepentingan umum. Ketentuan tentang batas minimum luas
tanah yang harus dimilki oleh seorang tani, dimaksudkan supaya ia mendapat
penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi diri sendiri dan keluarganya. Hal
yang demikian dapatlah dikatakan sebagai sesuatu yang dapat menjamin kepastian
hukum dan keadilan hak atas tanah.
Pasal 17 UUPA
Ketentuan pasal ini merupakan pelaksanaan dari apa
yang ditentukan dalam pasal 7 UUPA.
Penetapan batas luas maksimum akan
dilakukan di dalam waktu yang singkat dengan peraturan perundangan. Tanah-tanah
yang merupakan kelebihan dari batas maksimum itu tidak akan disita, tetapi akan
diambil oleh pemerintah dengan ganti rugi. Tanah-tanah tersebut selanjutnya
akan dibagi-bagikan kepada rakyat yang membutuhkannya. Ganti kerugiaan kepada
bekas tersebut diatas pada asasnya harus dibayar oleh mereka yang memperoleh
bagian tanah itu. Tetapi oleh karena mereka itu umumnya tidak mampu untuk
membayar harga tanahnya di dalam waktu yang singkat, maka oleh pemerintah akan
disediakan kredit dan usaha – usaha lain supaya para bekas pemilik tidakterlalu
lama menunggu uang ganti kerugian yang dimaksudkan itu.
Ditetapkannya batas minimum tidaklah
berarti bahwa orang-orang yang mempunyai tanah kurang dari itu akan diaksa
untuk melepaskan tanahnya. Penetapan batas minimum itu pertama-pertama
dimaksudkan untuk mencegah pemecah belaan (versplintering) tanah lebih lanjut.
Disamping itu akan diadakan usaha-usaha misalnya: transmigrasi, pembukaan tanah
besar-besaran di luar jawa dan industrialisasi, supaya batas minimum tersebut
dapat dicapai secara berangsur-angsur. Yang dimaksud dengan keluargaadalah
suami, istri, serta anak-anaknya yang belum kawin dan menjadi tanggungannya dan
yang jumlahnya berkisar sekitar 7 orang. Baik laki-laki maupun wanita dapat
menjadi kepala keluarga.
UU No 56 Prp Tahun 1960 Tentang
penetapan luas tanah pertanian merupakan tindak lanjut dari ketentuan
landreform yang ada di Indonesia yang dalam UUPA aturan tentang landreform ini
dapat ditemukan dalam 3 pasal yaitu Pasal 7, 10 dan 17 UUPA. UU No 56 Prp Tahun
1960 Tentang penetapan luas tanah pertanian undang-undang ini mengatur tiga hal
yaitu :
1.
Penetapan luas maksimum pemilikan
dan penguasaan tanah pertanian.
2.
Penetapan luas minimum pemilikan
tanah pertanian dan larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah itu menjadi bagian-bagian yang
terlampau kecil, serta
3.
Serta soal pengembalian dan menebusan
tanah-tanah pertanian yang digadaikan.
Luas Maksimum Tanah Pertanian
Luas maksimum tanah pertanian
ditetapkan berdasarkan kepadatan penduduk dan jenis tanah, dengan catatan
harus memperhatikan keadaan sosial dan ekonomi daerah yang bersangkutan. Hal
ini tegas disebutkan dalam Keputusan Menteri Agraria No. Sk/978/Ka/1960,
tanggal 31 Desember 1960.
Batas maksimal tanah pertanian yang
dapat dimiliki tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Jumlah
penduduk
Tiap
kilometer persegi
|
Penggolongan
daerah
|
Jenis
Tanah
|
|
Sawah
|
Tanah
Kering
|
||
> 50
|
Tidak
Padat
|
15
|
20
|
51 - 250
|
Kurang
Padat
|
10
|
12
|
251 – 400
|
Cukup
Padat
|
7,5
|
9
|
< 401
|
Sangat
Padat
|
5
|
6
|
Batas Minimal Tanah Pertanian.
Menurut Pasal 8 UU No 56 Prp Tahun
1960, luas minimal tanah pertanian yang harus dimiliki oleh petani sekeluarga
adalah 2 hektar, dan inilah tujuan yang secara berangsur-angsur harus
diusahakan untuk dicapai.
Peraturan pelaksana Landreform lainnya :
Peraturan pelaksana tentang
landreform lainnya diatur dalam PP No 224 tahun 1961. Dalam peraturan ini
ditetapkan ketentuan tentang pembagian tanah kelebihan dan pengecualian dari
larangan absentee atau guntai.
Pengecualian dari larangan absentee
adalah pegawai negeri serta para anggota angkatan bersenjata Republik
Indonesia.
Sedang bagi pensiunan pegawai negeri
dan janda pensiunan pegawai negeri selama tidak menikah lagi dengan
seorang yang bukan pegawai negeri atau pensiunan pegawai negeri,
dikecualikan dari larangan absentee sampai dengan 2/5 dari batas maksimum.
Beberapa Ketentuan Dalam Pelaksanaan Landreform :
1. Absentee artinya
larangan memiliki tanah pertanian diluar kecamatan dimana pemilik bertempat
tinggal.
2. Latifundia, pemilikan
tanah yang melampaui batas maksimal.
3. Minifundia, pemilikan
tanah yang jauh melampaui batas minimal.
4. Fragmentasi, larangan
memecah-mecah atau membagi-bagi tanah sehingga jumlahnya jauh dibawah batas
minimal.
Implementasi Asas Pada
Masyarakat:
Studi
kasus :
Sara
rakyat kota Tasikmalaya resah gelisah kecewa terhadap pemerintah kota Tasikmalaya
khususnya dan umumnya pada pemerintah ri. pk sby bagaimana nasib rakyat kecil
yang pribumu bila rakyat tidak memiliki tanah karena tanah dimonopoli tanpa ada
batasan didaerah perkotaan yang kedepannya merupakan daerah pengembangan kota
dan parawisata ternyata peta pengembangan itu telah bocor oleh oknum penjual
peta tata ruang.
Pak
SBY lakukan ivestigasi rahasia dan kredibel tidak mudah disuap untuk melakukan
peneelitian dan penyelidikan terhadap mapia tanah pengusaha pelastik dolar di
tasikmalaya yang begitu mudah dan banyak uang dalam menguasai tanah yang begitu
luas dan memiliki banyak uang ada agenda apa dari pembelian tanah
besar-0besaran itu.
Bahan
penyelidikan:
1. pengusaha
pelastik dolar membeli tanah dikota tasik saja belum dikabupaten tasikmalaya
dan daerah-daerah lainnya yang menurut informasi sudah mencapaia ratusan hektar
dari gunung maupun sawah dan seperti tau peta pengembangan dimana pinggir
-pingir jalan sudah dibeli lebvih dulu lau kebelakangnya.
2. tanah
yang dibeli yang saya ketahui dari mulai kelurahan urug kecamay6tan kawalu ,
cigantang, mangkubumi, karikil, cikunir, cipari dan, cipawitra terus ke barat
situ gede sampaigunung goog cibunigelis serta pinggir-pingir waduk situ gede
hampir semuanya sudah dibeli.
3. tindak
oknum bpn kota, oknum-oknum lainnya dan pengusaha dolar tersebut menurut
informasi dari staf kelurahan perbah memakai serttifikat gratis dari program
pronas bpn. selain itu menurut informasi staf kelurahan tanah yang dibewli
direkayasa dipecah-pecah agar tidak kena pajak seperti kayus gayus dalam pajak.
menurut informasi dari masyarakat sekitar cara menguasai tanah menggunakan
anak-anak masyarakat ditawarin kerja dipabrik plastiknya lalu ditanya dan bila
punya tanah dirayu agar tanahnya dijual; karena takut dikeluarkan dan takut
tidak kepakai akhirnya orang tua pemilik tanah menjual kepengusaha tersebut.
4. menurut
informasi kalau sudah beli tanah mengadakan acara maka-makan disitu gede dan
mengundang beberapa pejabat dan ternyata selalu hadir
Saran
buat pemerintah supaya membuat aturan, uu, kepres atau himbauan mengikat ada
pembatasan penguasaan tanah terutama pada daerah-daerah tertentu yang dapat
menelantarkan masa depan rakyat jelata dan sikat oknum-oknum yang dapat
membahayakan negara, kayanya ini gaya zionisme israel di palestina yang dimulai
tahun 1948 yang menyebabkan rakyat palestina terlantar tidak punya negara dan
israel membentuk perumahan-perumahan yang akhirnya punya angkatan perang dengan
bantuan negara-negara eropa dan amerika
0 komentar:
Posting Komentar