Selasa, 20 Maret 2012


Nama               : Wisnu Nur Bhaskoro
Nim                 : K6409069

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Pada Pembelajaran PKn Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Hal Mendeskripsikan Suprastruktur dan Infrastruktur Di Sistem Politik Indonesia

Pendahuluan
Dalam rangka pemanfaatan TIK sebagai media untuk menstimulasi pemikiran tentang cara memanfaatkan tekonologi komunikasi dan informasi dalam pendidikan untuk mendukung upaya mencapai tujuan pendidikan nasional, yang menekankan pengembangan kecerdasan komprehensif peserta didik kecerdasan kinestetik, emosional, spiritual, intelektual sehingga pendidikan dapat menjalankan fungsi untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa seperti telah diamanatkan dalam Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Mengingat bahwa pendidikan tidak terjadi di ruang kosong, melainkan dalam alam kehidupan nyata dengan segala aspeknya yang saling terkait, yang telah berkembang melalui lorong waktu, pembicaraan akan dimulai dengan menelusuri jejak sejarah perkembangan teknologi komunikasi dan pengaruhnya pada peradaban manusia. Dari sejarah tersebut kita akan dapat mengambil manfaat dalam hal-hal yang positif, dan menghindari kesalahan yang sama agar kita tidak dikendalikan oleh teknologi tetapi justru mengendalikan pemanfaatan teknologi untuk hal-hal yang mulia dan mendidik. Selanjutnya, akan ditawarkan kerangka pikir pemanfaatan TIK dalam pendidikan dan prinsip-prinsip pemanfaatan TIK untuk mencapai hasil yang diinginkan, yaitu mempermudah pengembangan menyeluruh potensi peserta didik karakter dan kecerdasan intelektual.
Dalam pemanfaatan TIK untuk media pembelajaran jika dihubungkan sangatlah penting karena melalui TIK ini materi materi PKn terutama tentang sistem politik Indonesia bisa tersampaikan dengan maksimal

 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat kita ambil dari latar belakang diatas yaitu : Bagaimanakah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi pada pembelajaran PKn untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam hal mendeskripsikan suprastruktur dan infrastruktur di sistem politik Indonesia ?

Pembahasan
Dalam memanfaatkan TIK untuk tujuan pendidikan diperlukan kesadaran akan ciri-ciri abad ke-21 ini, yang akan membantu dalam penentuan langkah kependidikan yang tepat, termasuk dalam merancang pemanfaatan TIK,  untuk menjamin efektivitasnya. Abad ke-21 sedikitnya memiliki ciri-ciri berikut (Mulkeen dan Tetenbaum, 1987 dan 1986, dalam Lange, 1990):
·         berbasis pengetahuan, yang mensyaratkan dimilikinya kemampuan untuk membuat keputusan cerdas, berbasis rujukan pengetahuan, dan bijaksana;
·         peningkatan arus informasi, yang memerlukan kemampuan dan kepedulian untuk mengeleksinya;
·         perubahan cepat dan ketidaktetapan, yang memerlukan sikap fleksibel dan kemauan untuk selalu belajar (belajar sepanjang hayat);
·         peningkatan desentralisasi organisasi, institusi, dan sistem, yang semuanya memerlukan kemampuan dan kemauan untuk berkolaborasi dan berbagi keahlian dan perspektif;
·         berorientasi pada orang, yang memerlukan pengakuan akan pentingnya pemenuhan kebutuhan individu untuk penentuan nasib sendiri dan asupan dalam proses pembuatan keputusan untuk pengolahan eksperimentasi, inovasi, dan kewirausahaan perorangan; dan
·         pergeseran demografis mayor, yang memerlukan kebijaksanaan matang dalam menanganinya.
Selanjutnya, tujuan pendidikan nasional adalah ”berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3). Artinya, seluruh potensi peserta didik hendaknya dikembangkan, baik potensi kinestetik, potensi emosional, potensi estetik, potensi intelektual, dan potensi spiritual keagamaan sehingga tumbuh kembang menjadi menusia Indonesia seutuhnya dengan ciri-ciri tersebtu di atas. Jika tujuan ini sepenuhnya tercapai, maka watak atau karakter idaman peserta didik akan terbentuk sehingga terwujud dalam kiprahnya seperti tersebut di atas dan dengan demikian maka akan terwujudlah kehidupan bangsa yang cerdas, sebagai salah satu tujuan pendirian negara RI tercinta ini. Terkait dengan hal ini, telah diidentifikasi dua ciri kehidupan yang cerdas sebagai berikut:
1.      sarat oleh perilaku warga yang mengandung kebajikan/kemajuan bagi diri sendiri, masyaarakat, dan bangsa sebagai (a) amalan ajaran-ajaran agama dan nilai-nilai Pancasila, dan (b) penerapan ipteks yang relevan; dan
2.      jauh dari perilaku destruktif/merugikan bagi diri sendiri, masyarakat, dan bangsa (Suwarsih Madyaa, 2010).
Belajar dari sejarah yang diuraikan pada pembahasan ini, ada baiknya kita renungkan salah satu saran untuk tidak puas menjadi konsumen informasi berbasis TIK, melainkan menjadi produsen dan inovator dalam TIK sehingga dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Selanjutnya, agar pamanfaatan TIK dalam pendidikan dapat benar-benar optimal dari segi dukungannya pada pelaksanaan fungsi dan tercapainya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, kita perlu  mengoptimalkan keuntungannya dan meminimalkan dampak negatifnya sesuai dengan kualtias yang melekat pada  TIK terkait dan bidang garapan pendidikan, yaitu pembelajaran dan managemen.
Dalam kaitannya pemanfaatan TIK sebagai media penunjang untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran PKn terutama dalam hal suprastruktur dan infrastruktur sistem politik Indonesia yaitu TIK ini digunakan dengan semaksimal mungkin untuk peningkatan kemampuan siswa seperti dalam TIK siswa diminta untuk mencari informasi tentang suprastruktur dan infrastruktur sistem politik Indonesia di internet, media cetak maupun di media elektronik. Setelah itu dalam TIK juga bisa dimanfaatkan untuk presentasi baik oleh guru maupun siswa melalui computer  dan lcd, contohnya dalam macam-macam sistem politik yang hendak diuraikan, siswa diminta untuk membuat presentasi perkelompok lalu didiskusikan bersama-sama di kelas yang di bantu oleh guru.
Dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran Pkn dalam hal sistem politik Indonesia ini duharapkan melahirkan organisasi sekolah yang sehat serta terciptanya daya saing sekolah. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan pembelajaran berbasis teknologi informasi yang sangat pesat, hendaknya sekolah menyikapinya dengan seksama agar apa yang dicita-citakan dalam perubahan paradigma pendidikan dapat segera terwujud. Kecenderungan yang telah dikembangkan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran adalah program e-learning. Beragam istilah dan batasan telah dikemukakan oleh para ahli teknologi informasi dan pakar pendidikan. Secara sederhana pembelajaran TIK dapat difahami sebagai suatu proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi berupa komputer yang dilengkapi dengan sarana telekomunikasi (internet, intranet, ekstranet) dan multimedia (grafis, audio, video) sebagai media utama dalam penyampaian materi dan interaksi antara pengajar (guru/dosen) dan pembelajar (siswa/mahasiswa). Permasalahan yang dihadapi sekolah saat ini adalah pada tingkat kesiapan peserta belajar, guru, infrastruktur sekolah, pembiayaan, efektifitas pembelajaran, sistem penyelenggaraan dan daya dukung sekolah dalam menyelenggarakan pembelajaran berbasis TIK.

PENUTUP
Perkembangan teknologi komunikasi mulai dari yang sangat sederhana sampai yang tercanggih (TIK-internet) dengan dampak makin besar dalam mengubah kehidupan manusia. Pertama, literasi teknologi telah memfasilitasi penambahan dan pendalaman pengetahuan, yang pada gilirannya memfasilitasi penciptaan pengetahuan, yang selanjutnya lagi dapat mendorong terciptanya teknologi komunikasi baru.  Kedua, teknologi memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan ragam kehidupan manusia bersama kenikmatan yang ditimbulkannya, tetapi pada waktu yang sama budaya yang serba mudah dan instan cenderung mengikis nilai-nilai luhur kehidupan. Ketiga, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk memanfaatkan potensial TIK secara optimal sambil menyedikitkan dampak negatifnya. Dalam kaitannya dengan sistem politik Indonesia TIK diharapkan mampu sebagai media penunjang untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajarannya.

DAFTAR PUSTAKA
Darmiyati Zuchdi dkk.(2009). Pendidikan Karakter: Grand Design dan Nilai-nilai Target. Yogyakarta: UNY Press.
Brown, D.H. (2007). Principles of Language Learning and Teaching. New York: Pearson-Longman.
http://yusti-arini.blogspot.com/2008/12/1-pemanfaatan-teknologi-informasi-dan.html

Minggu, 18 Maret 2012


1.      Apasajakah pedoman yang digunakan oleh guru PKn dalam pembuatan evaluasi pembelajaran?
Jawaban : Panduan membuat soal dengan taksonomi bloom

2.      Apasajakah bentuk tes yang diberikan oleh guru PKn dalam proses pembelajaran?
Jawaban : Bentuk tesnya bisa berupa diskusi dan presentasi yang di bagi biasanya menjadi 6 kelompok tergantung dari materi dan jumlah siswa. Cara diskusi ini dilakukan dengan sosio-drama, presentasi dan wawancara, cara ini dilakukan untuk melatih siswa agar nantinya siswa berani tampil dan tidak gugup apabila sudah membaur dengan masyarakat. Penilaian dalam bentuk ini dilakukan oleh guru dan siswa itu sendiri. Contohnya siswa disuruh untuk menghafal UUD 1945 apabila siswa mampu menghafal sampai alinea ke-4 nilai 50, alinea ke-3 nilai 25, alinea ke-2 nilai 15, alinea ke-1 nilai 10. Selain iti tentunya dilakukan juga tes tertulis.
3.      
Aspek penilaian
a.       Aspek apa saja yang dilakukan oleh guru dalam melakukan penilaian?
Jawaban : meliputi semua aspek, baik afektif kognitif, dan psikomotor.
b.      Apakah bisa membuat contoh?
Jawaban : Afektif dari sikap, misal dari presensi absen. Kognitif untuk pengetahuan diambil dari tes atau ulangan. Sedangkan psikomotor untuk ketrampilan, misal kecakapan berbicara/mengemukakan pendapat.
c.       Berdasar indikator apa untuk penilaian setiap aspek?
Jawaban : berdasarkan indikator yang ada dalam RPP dan silabus, misal menjelaskan untuk kognitif dan lain sebagainya.

4.      Pemberian skor soal
a.       Bagaimana pemberian skor yang dilakukan oleh guru untuk tes obyektif?
Jawaban : untuk tes obyektif betul nilainya 1,5 dan jika salah 0.
Bobot soal
•     Obyektif                      40 soal x 1,5 persoal                = 60
•     Essay                           5 essay x 8 personal                = 40
      Nilai                                        =                                    100
b.      Apakah ada pembobotan untuk tiap soal essay? Apa pertimbangannya?
Jawaban : Dalam pembuatan essay bobot nilainya bisa sama/berbeda tergantung dari guru yang membuat soalnya, tapi biasanya disamakan agar lebih mudah dalam pengoreksiaannya. Jika dibuat beda didasarkan pada tingkat kesukaran seperti menjelaskan, menyebutkan, menganalisis.

5.      Pembelajaran remidi
a.       Apakah ada pembelajaran remidi bagi siswa yang belum mencapai KKM?
Jawaban Tiap siswa apabila tidak lulus dalam ujian akan diberikan kesempatan untuk melakukan remidi yang dilakukan per Standar Kompetensi yang di ujikan.
b.      Berapakah capaian KKM untuk mata pelajaran PKn di sekolah ini?
Jawaban : Batas minimal kelulusan (KKM) siswa perujian yaitu :          
Kelas 1 = 75
Kelas 2 = 76
Kelas 3 = 76
c.       KKM itu ditentukan oleh sekolah sendiri atau MGMP?
Jawaban : KKM bisa ditentukan oleh sekolah atau berdasarkan MGMP karena sistem KTSP. Tapi biasanya KKM untuk satu tim MGMP sama.

6.      Penilaian pendidikan karakter
a.       Bagaimana guru melaksanakan penilaian pendidikan karakter pada PKn?
Jawaban : Dalam pendidikan karakter diberikan guru kepada siswa dalam kegiatan Patuh Diri seperti kerapian siswa, kedisiplinan, kebersihan. Selain itu dalam silabus juga disipkan pendidikan/nilai karakter jadi ini secara otomatis dalam RPP juga terdapat pendidikan karakternya yang nanti menjadi acuan dalam kegiatan belajar mengajar.
b.      Mohon contoh alat evaluasinya?
Jawaban : Evaluasi melalui lembar pengamatan, Dalam penilaian pendidikan karakter ini selain dilakukan oleh wali kelas juga dilakukan PPKS ( Pengawas Pendidikan Karakter Sekolah ) yang melakukan pengamatan kepada siswa secara berkala, alat evaluasi pendidikan karakter ini dinilai dari A-E, dahulu nilai pendidikan karakter ini hanya sebagai tambahan saja dalam raport tetapi sekarang disesuaikan dengan standart KKM

7.      Hasil belajar
a.       Bagaimana hasil belajar siswa di SMK ini untuk mata pelajaran PKn, apakah sudah mencapai KKM baik dalam aspek afektif, kognitif, dan psikomotor?
Jawaban : Di SMK 4 sendiri siswa yang mencapai KKM mencapai 90% sisanya ada remidi. Walaupun hasil belajar hasil belajar dinilai kurang oleh guru tetapi ini bisa dimaklumi karena di SMK cenderung lebih mengutamakan ketrampilan dalam penjurusannya sehingga mengabaikan mata pelajaran yang bersifat teori seperti PKn contohnya. Tapi juga bisa dijadikan motivasi bagi guru untuk bisa mengembangkan metode yang tepat dan efektif hingga pembelajaran yang bersifat teori bisa tersampaikan tanpa mengganggu penjurusan bagi siswa itu sendiri.
b.      Bila belum mencapai KKM maka bagaimana guru melakukan pengajaran remidi?
Jawaban : pengajaran remidi dilakukan dengan memberikan tugas, misalnya mencari bahan di internet, menyanyikan lagu pop kesukaan siswa tetapi lyriknya diganti dengan nilai-nilai kewarganegaraan misal nasionalisme, cinta tanah air, dll
c.       Apakah mungkin siswa yang remidi dapat memperoleh prestasi belajar diatas KKM?
Jawaban : bagi yang mengikuti remidi nilai akhirnya paling tinggi hanya pada btas KKM saja.

8.      Alokasi waktu tes
a.       Bagaimana pemberian alokasi waktu dalam pelaksanaan tes?
Jawaban : Alokasi waktu tes keseluruhan 90 menit, dengan pembagian 60 menit untuk tes obyektif dan 30 menit untuk tes essay. Soal tidak dibagikan dalam bentuk hard/lembaran soal, tetapi soal ditayangkan dalam LCD dengan durasi waktu personal, sebagai contoh untuk soal obyektif tiap 1,5 menit tayangan slide berubah ke soal berikutnya secara otomatis, dengan demikian diharapkan tidak sling contek dan dapat selesai secara serentak.
b.      Bagaimana perbandingan waktu antara soal obyekti dan soal essay?
Jawaban : Soal Obyektif terdapat 40 soal dan tiap soal dibatasi waktu 1,5 menit, jadi untuk soal obyektif alokasi waktu 60 menit. Untuk soal essay 30 menit untuk 5 soal, dengan perbandingan waktu menyesuaikan. Sehingga total waktu untuk mengerjakan keseluruhan soal 90 menit

9.      Apakah guru PKn menyusun kisi-kisi sebelum membuat soal?
Jawaban : Ya, membuat kisi-kisi, Dalam pembuatan soal ini disesuaikan dengan kisi kisi agar nanti soal yang diberikan kepada siswa sesuai dengan apa yang diajarkan kepada siswa

A.    Dasar hukum yang mengatur tentang perencanaan pembangunan parsitipatif di kota solo.
Sesuai dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa pemerintah daerah yang sudah menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung harus memiliki dokumen rencana pembangunan mulai dari pembangunan jangka panjang hingga rencana pembangunan tahunan.
Kemudian dari peraturan nasional tersebut telah di tambahkan lagi tentang pengaturan dari pemerintah kota Surakarta, yaitu : SK Walikota Surakarta Nomor: 410/45-A/1/2002 tentang pedoman teknis penyelenggaraan Musyawarah Kelurahan Membangun, Musyawarah Kecamatan Membangun dan Musyawarah Kota Membangun Kota Surakarta tahun 2002, disebutkan bahwa sebelum dilaksanakan Muskelbang terlebih dahulu dilakukan Pra-Muskelbang I dan II.
Selain SK Wali kota tersebut ada  pula peraturan Walikota Surakarta Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan, Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota.

C.    Peran LSM lokal di Solo dan LSM Internasional dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk perencanaan pembangunan partisipatif di kota Solo.
a. Dampak dalam Aspek Sosial
Melalui proses pendidikan yang diberikan kepada kelompok swadaya diharapkan wawasan pemikiran mereka pun semakin meningkat; sehingga mempunyai kemampuan untuk memikirkan banyak alternatif dalam usaha mencukupi kebutuhan hidup. Peningkatan pendidikan yang terjadi pada kelompok swadaya dapat melalui dua jalur, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Peningkatan pendidikan secara langsung terjadi apabila kelompok swadaya mendapatkan penyuluhan, pelatihan, konsultasi, dan sebagainya. Sedangkan, peningkatan pendidikan secara tidak langsung terjadi sejalan dengan terintegrasinya orang-orang desa dalam suatu kelompok swadaya. Melalui kelompok tersebut setiap anggota berinteraksi menumbuhkan kesadaran akan posisi mereka. Penyadaran diri merupakan langkah awal untuk memulai memikirkan alternatif-alternatif baru yang mungkin dapat ditempuh dalam usaha memperbaiki tingkat kehidupan. Di samping itu, dengan adanya kesadaran akan posisi yang dimilikinya menyebabkan kelompok swadaya berani memperjuangkan hak-hak mereka dengan mengaktualkan potensi yang ada pada mereka serta mengikis kelemahan-kelemahan yang ada.
Melalui aktifitas yang dilakukan, intervensi pembinaan membantu pemecahan permasalahan-permasalahan sosial yang terdapat dalam kelompok masyarakat. Melalui sistem pendekatan terlibat langsung dengan kelompok, pola pembinaan bersama kelompok yang bersangkutan mampu mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi secara mendalam. Akibatnya penanganan terhadap masalah yang dihadapi kelompok dapat dilakukan secara tepat sasaran dan lebih tuntas. Di Samping itu, berkat interaksi yang intens antara para pembina dengan kelompok, sementara para pembina telah dilatih secara khusus dan selalu diberikan masukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam membina kelompok dan menghubungkannya dengan berbagai pelayanan setempat, maka terjadilah proses transformasi sosial.
b. Dampak dalam Aspek Ekonomi
Dalam, bidang ekonomi, intervensi pembinaan akan mampu mendorong masyarakat kecil untuk melakukan pemupukan modal. Selama ini faktor yang selalu dikemukakan tentang penyebab tidak berhasilnya masyarakat miskin dalam memperbaiki kehidupan adalah karena mereka tidak mampu untuk melakukan pemupukan modal yang dapat dipergunakan sebagai pengembangan usaha. Dengan sistem kelompok, maka modal yang kecil dari setiap warga dapat berkembang menjadi besar, sehingga dapat dipergunakan sebagai modal usaha. Di samping itu, dengan adanya modal yang terkumpul dapat mengundang partisipasi dana lebih besar dari pihak ketiga. Saat ini terbuka kemungkinan Bank melayani kelompok-kelompok swadaya yang berstatus non formal. Kemampuan permodalan kelompok yang semakin bertambah memberikan peluang semakin besar untuk mengembangkan usaha produktif.
Usaha produktif yang dilakukan kelompok menyebabkan terbukanya kesempatan kerja atau usaha bagi kelompok itu sendiri maupun masyarakat luas. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa satu usaha produktif yang dilakukan, misalnya peternakan atau industri kecil, tentu memerlukan usaha lain untuk menunjang keberhasilan usaha produktif pokok. Usaha-usaha lain dari usaha pokok inilah yang membuka kesempatan kerja baru (diversifikasi) dan peningkatan pendapatan warga masyarakat.
c. Dampak dalam Aspek Kemasyarakatan
Proses interaksi didalam kelompok dengan sesama anggota maupun dengan berbagai sumber pelayanan dan pembinaan semakin meningkatkan wawasan berbangsa dan bernegara. Adanya kelompok sebagai wadah mengaktualisasikan diri warga masyarakat pedesaan menyebabkan mereka merasa terlibat dalam proses pembangunan. Keterlibatan mereka dalam pembangunan tidak lagi pasif, tetapi menjadi aktif karena telah turut berusaha dalam berbagai kegiatan produktif yang memberikan andil dalam sistem perekonomian yang lebih luas.
Kesadaran untuk turut berperan serta dalam kegiatan kelompok tersebut mempunyai dampak lebih lanjut, yaitu adanya kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam program-program pembangunan yang ditawarkan pemerintah. Proses pengembangan kemandirian dan kesadaran berpartisipasi telah menjembatani kesenjangan sosial di tingkat lokal. Dengan menyempitnya kesenjangan sosial berarti stabilitas sosial politik pun dapat terus berlanjut. Sementara itu, pengalaman lapangan LSM yang merupakan hasil kaji tindak (participatory action research) dapat merupakan rekomendasi bagi perbaikan dan peningkatan dari pendekatan pembangunan.

F. Hambatan kapasitas partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan partisipatif di kota Solo.
a). Hambatan dalam badan – badan
1). Tempat pembentukan keputusan:
Dengan sentralisasi, pendekatan pelepasan pelayanan, tempat pembuatan keputusan di dalam masing – masing badan umumnya ada di ibu kota negara atau di ibu kota provinsi. Rancangan program dasar, anggaran untuk pegawai, peralatan dan daya pendukung, deskripsi kerja untuk setiap pegawai semuanya ditentukan pada tingkat pusat. Pendapat dari para pejabat lokal mempunyai dampak yang kecil.
2). Sikap, Nilai, dan Keahlian :
Tingkah laku yang dapat dijadikan teladan dan panutan penuntun sebagai bagian dari kepemimpinan yang terhormat adalah juga penting. Latihan dan penataran bagi karyawan agar mereka memahami arti yang sesungguhnya dari istilah – istilah teknis dapat membantu mereka mengurangi penggunaan bahasa teknis.
3). Sistem Evaluasi :
Tiga kebutuhan mengubah orientasi system evaluasi :
a). Mengubah dari penekanan aktivitas ke penekanan pada hasil.
b). Memberi pengakuan pada pembangunan kapasitas masyarakat. Masyarakat mestinya yang ditumbuhkan inisiatifnya dan mengerjakan sesuatu oleh mereka sendiri.
c). Menyatukan pertanggung jawaban kepada masyarakat kedalam system evaluasi. Seorang pegawai suatu badan dinilai hanya oleh pengawas dalam badan itu, tidak oleh orang – orang yang diharapkan untuk dilayani. Suatu mekanisme yang tegas untuk mendorong pertanggung jawaban pada masyarakat lokal nampaknya memang diperlukan.
4). Stabilitas penempatan pegawai.
Bila program – program di kembangkan bersama orang – orang dengan cara – cara yang unik disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, personil – personil dari badan yang menanganinya harus tinggal bersama proses itu dalam jangka waktu yang cukup lama agar dapat memahami kebutuhan – kebutuhan dan membantu mengembangkan program – program yang cocok.
b). Hambatan dalam komunitas
1). Kurangnya organisasi lokal yang memadai :
Dalam banyak hal organisasi – organisasi lokal diperlukan sebagai saluran agar orang – orang dapat berpartisipasi dalam mengembangkan dan melaksanakan program – program.
2). Kurangnya keahlian berorganisasi :
Di dalam masyarakat banyak yang hanya memiliki sedikit pengalaman dalam menggerakan organisasi – organisasi partisipasi, akibatnya adalah kurangnya keahlian dalam mengorganisasi pertemuan mencapai kata sepakat, memilih pemimpin yang cakap menangani dana – dana organisasi. Untuk mengatasi hal ini cara yang paling tepat ialah dengan memberikan pelatihan kepemimpinan tentang dasar – dasar keahlian serta memberi informasi tentang bantuan teknis dan keuangan yang sedang ditawarkan.
3). Lemahnya fasilitas komunikasi:
Menyertakan masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam jumlah yang besar benar – benar menjadi sulit. Satu mekanisme untuk mengatasi problem ini ialah mengelompokan masyarakat ke dalam wilayah – wilayah yang lebih kecil agar setiap masyarakat dapat terhubung dengan mudah.
4). Perbedaan dalam golongan – golongan dan kepentingan ekonomi :
Di dalam masyarakat terbagi – bagi ke dalam berbagai kelompok yang berbeda – beda dan ke dalam berbagai kepentingan ekonomi. Perbedaan ini dapat mempersulit terciptanya suara “pendapat masyarakat”. Karena banyak pendapat masyarakat yang berbeda dengan pendapat badan yang menangani pembangunan.
5). Korupsi :
Adanya kecenderungan dari individu – individu yang berkuasa di dalam masyarakat mengambil keuntungan pribadi dari setiap kesempatan yang di dapatkan.
c).  Hambatan dalam masyarakat
1). Politik :
Bila pengorganisasian masyarakat yang dirancang untuk melayani fungsi – fungsi lokal kemudian diwarnai oleh identitas politik, akibatnya badan – badan yang mengorganisasi dan mungkin organisasi lokal yang dibinanya menjadi actor dalam pencaturan politik nasional. Hal ini akan mengundang konflik dengan kelompok – kelompok politik yang lain yang bertentangan programnya.
2). Hukum :
Dalam hal partisipasi yang bermakna hanya dapat di tumbukan bila hak – hak tertentu dari orang – orang yang diharapkan berpartisipasi diakui. Tetapi ada kemungkinan hak – hak tersebut bertentangan programnya.
3). Birokrasi :
Badan – badan yang bekerja dalam pembangunan masyarakat diharapkan mengikuti kerangka yang telah digariskan oleh pemerintah pusat. Hal demikian ini dapat menimbulkan hambatan pengembangan pendekatan partisipatif.























DAFTAR PUSTAKA

DR. Suyatno Kartodirdjo. 1994. Pembangunan masyarakat berwawasan partisipasi. Surakarta : Sebelas Maret University Press

DEFINISI ASAS NON DISKRIMINASI
Ø  Asas Non Diskriminasi ( Tanpa Pembedaan )
Yaitu merupakan  asas yang melandasi hukum Agraria ( UUPA )  yang tidak membedakan antar sesama WNI. Maksudnya, bahwa setiap WNI berhak memiliki hak atas tanah. UUPA tidak membeda-bedakan warganegara Indonesia atau tidak membedakan antar sesama WNI baik asli maupun keturunan asing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah. Semua warga Indonesia menurut UUD 1945 mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan seperti tercantum dalam Pasal 27 ayat 1, Bahwa “ Segala warga negara bersamaan kedudukannnya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Sehingga tiap-tiap WNI baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, Baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. UUPA dalam Pasal 9 ayat 2 mencantumkan ketentuan adanya persamaan hak dari laki-laki dan perempuan. Selain itu tiap-tiap WNI mempunyai hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, Sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 kita sebagai berikut, “ Tiap-tiap waraga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Asas non diskriminasi juga diatur dalam pasal 21 UUPA & Pasal 27 UUD 1945 : Setiap WNI sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung  tinggi  hukum dan pemerintahan tersebut. Menurut pasal 21 UUPA Badan Hukum tertentu yg memenuhi syarat juga dapat menjadi subyek hak milik atas tanah.
v  Mengenai terjadinya hak milik atas tanah dapat disebabkan :
ü  Menurut hukum Adat seperti pembukaan tanah hutan.
ü   Karena ketentuan UU . Misalnya : Konversi menurut UUPA (Pengalihan)
ü  Penetapan pemerintah.
ü  Hak milik atas tanah dapat dialihkan dan beralih.
·         Beralih : Hak atas tanah tersebut berpindah ( Pemilik meninggal dunia ,berpindah ke ahli warisnya.)
·         Dialihkan : Bahwa pemindahan hak milik tersebut memang sengaja dilakukan sehingga pihak tertentu dapat memperolehnya. Misal : Jual beli,Ditukar & Hibah.
v  Dan milik atas tanah hapus karena :
1.      Tanahnya jatuh kepada Negara ,baik disebabkan pencabutan atas tanah tersebut ,penyerahan sukarela kepada Negara atau karena diterlantarkan
2.       Tanahnya musnah.
Berdasarkan ketentuan ini, Maka perlu diadakan perlindungan bagi golongan warga negara yang lemah terhadap sesama warga negara yang kuat di dalam kedudukan ekonominya, Seperti jual beli, Penukaran, Penghibahan, Pemberian dengan wasiat, Dan perbuatan-perbuatan yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah. Ketentuan ini merupakan alat untuk melindungi golongan-golongan yang lemah sebagaimana dimaksudkan tersebut diatas. Dalam hubungan itu dibuat ketentuan yang dimaksud mencegah terjadinya penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas dalam bidang-bidang usaha agraria. Hal ini bertentangan dengan asas keadilan sosial yang berperikemanusiaan. Segala usaha bersama dalam lapangan agraria harus didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional sehingga pemerintah berkewajiban untuk mencegah adanya organisasi dan uasaha-usaha perseorangan dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli swasta. Bukan saja usaha swasta, Tetapi juga usaha-usaha pemerintah yang bersifat monopoli harus dicegah jangan sampai merugikan rakyat banyak. Hal ini diharapkan agar dapat memberikan perlindungan bagi kepentingan masyarakat golongan ekonomi lemah dari tindakan monopoli pihak swastya maupun pemerintah negara.
IMPLEMENTASI ASAS NON DISKRIMINASI TERHADAP MASYARAKAT DI DALAM HUKUM AGRARIA
Di dalam hukum Agraria tidak ada perbedaan yang mengatur antara laki-laki dan perempuan baik warga Negara asing yang sacara sah menurut undang – undang menjadi warga Negara Indonesia maupun warga Negara Indonesia sendiri. Non diskriminasi dalam hukum agraria juga harus diterapkan pada golongan golongan masyarakat,baik golongan masyarakat bawah, menengah hingga golongan masyarakat atas. Dalam hal ini seperti kasus persengketaan tanah yang terjadi pada warga Meruya. Beberapa waktu yang lalu kasus sengketa tanah menjadi sorotan media massa. Salah satunya adalah kasusu sengketa tanah warga Meruya dengan PT Portanigra. Warga Meruya memprotes keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan PT Portanigra atas tanah seluas 44 Ha. Kepemilikan berganda atas tanah tersebut berawal dari penyelewengan Juhri Mandor tanah atas kepercayaan yang diberikann Beni melalui Toigono dalam pembebasan di Meruya Selatan pada tahun 1972. Juhri menjual tanah itu kembali kepada opihak lain karena tahu pembelian tanah itu melanggar aturan kemudian Toigono memperkarakannya ke pengadilan negeri Jakarta Barat dann pada akhirnya Juhri di vonis hukuman percobaan dengan membayar 175 juta ditambah 8 Ha tanah. Pihak PT Portanigra belum menganggap masalah ini selesai dan menggugat Juhri kembali secara perdata ke Mahkamah Agung. Dan Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT Portanigra. Sengketa tanah antara Juhri dan PT Portanigra ternyata membawa dampak bagi pihak ketiga yaitu warga Meruya. Mereka terancam kehilangan tanah dan bangunan. Sebagai pihak ketiga, seharusnya memperoleh pertimbangan hukum. Hal tersebut sesuai dengan pasal 208 ayat 1 dan pasal 207 HIR, dan warga dapat menggugat kembali PT Portanigra .
Berdasarkan kasus diatas, Penyelesaian sengketa tanah berdasarkan asas non diskriminasi meliputi:
  1. Asas persamaan hak dan derajat di muka hukum
Kasus diatas menggambarkan bagaimana kondisi masyarakat ketika hak dan derajad tidak menemui keseimbangan secara hukum, dimana warga Meruya sebagai pihak ketiga terkena imbas dengan kehilangan tanah dan bangunan akibat ketidakadilan hukum tentang pembagian tanah antara golongan bawah oleh warga Mewruya dengan golongan atas oleh PTR Portanigra yang menghasilkan keputusan dengan dimenangkannya hak atas tanah pada PT Portanigra.
  1. Asas yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan yang sama oleh hukum
Berdasarkan kasus di atas, setiap orang baik itu golongan bawah maupun golongan atas tanpa terkecuali, berhak mendapatkan perlindungan yang sama oleh hukum. Perlindungan dapat berupa pembagian adil atas hak tanah bagi keduanya.
  1. Asas yang menyatakan bahnwa setiap orang mendapat perlakuan yang sama di bawah hukum
Dalam ranah hukum, setiap orang harus mendapatkan perlakuan yang sama tanpa membedakan status golongan. Hukum harus menjamin kelayakan dan kenyamanan hukum bagi setiap warganya agar memiliki kepercayaan tentang keadilan hak atas tanah tersebut.