A.
Dasar
hukum yang mengatur tentang perencanaan pembangunan parsitipatif di kota solo.
Sesuai dengan UU No.32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa pemerintah daerah yang sudah
menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung harus memiliki dokumen
rencana pembangunan mulai dari pembangunan jangka panjang hingga rencana
pembangunan tahunan.
Kemudian
dari peraturan nasional tersebut telah di tambahkan lagi tentang pengaturan
dari pemerintah kota Surakarta, yaitu : SK Walikota Surakarta Nomor:
410/45-A/1/2002 tentang pedoman teknis penyelenggaraan Musyawarah Kelurahan
Membangun, Musyawarah Kecamatan Membangun dan Musyawarah Kota Membangun Kota
Surakarta tahun 2002, disebutkan bahwa sebelum dilaksanakan Muskelbang terlebih
dahulu dilakukan Pra-Muskelbang I dan II.
Selain
SK Wali kota tersebut ada pula peraturan
Walikota Surakarta Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan,
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan, Forum Satuan Kerja Perangkat
Daerah dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota.
C. Peran LSM lokal di Solo dan LSM
Internasional dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk perencanaan
pembangunan partisipatif di kota Solo.
a.
Dampak dalam Aspek Sosial
Melalui
proses pendidikan yang diberikan kepada kelompok swadaya diharapkan wawasan
pemikiran mereka pun semakin meningkat; sehingga mempunyai kemampuan untuk
memikirkan banyak alternatif dalam usaha mencukupi kebutuhan hidup. Peningkatan
pendidikan yang terjadi pada kelompok swadaya dapat melalui dua jalur, yaitu
secara langsung dan tidak langsung. Peningkatan pendidikan secara langsung
terjadi apabila kelompok swadaya mendapatkan penyuluhan, pelatihan, konsultasi,
dan sebagainya. Sedangkan, peningkatan pendidikan secara tidak langsung terjadi
sejalan dengan terintegrasinya orang-orang desa dalam suatu kelompok swadaya.
Melalui kelompok tersebut setiap anggota berinteraksi menumbuhkan kesadaran akan
posisi mereka. Penyadaran diri merupakan langkah awal untuk memulai memikirkan
alternatif-alternatif baru yang mungkin dapat ditempuh dalam usaha memperbaiki
tingkat kehidupan. Di samping itu, dengan adanya kesadaran akan posisi yang
dimilikinya menyebabkan kelompok swadaya berani memperjuangkan hak-hak mereka
dengan mengaktualkan potensi yang ada pada mereka serta mengikis
kelemahan-kelemahan yang ada.
Melalui
aktifitas yang dilakukan, intervensi pembinaan membantu pemecahan
permasalahan-permasalahan sosial yang terdapat dalam kelompok masyarakat.
Melalui sistem pendekatan terlibat langsung dengan kelompok, pola pembinaan
bersama kelompok yang bersangkutan mampu mengidentifikasikan permasalahan yang
dihadapi secara mendalam. Akibatnya penanganan terhadap masalah yang dihadapi
kelompok dapat dilakukan secara tepat sasaran dan lebih tuntas. Di Samping itu,
berkat interaksi yang intens antara para pembina dengan kelompok, sementara
para pembina telah dilatih secara khusus dan selalu diberikan masukan untuk meningkatkan
kemampuannya dalam membina kelompok dan menghubungkannya dengan berbagai
pelayanan setempat, maka terjadilah proses transformasi sosial.
b.
Dampak dalam Aspek Ekonomi
Dalam,
bidang ekonomi, intervensi pembinaan akan mampu mendorong masyarakat kecil
untuk melakukan pemupukan modal. Selama ini faktor yang selalu dikemukakan
tentang penyebab tidak berhasilnya masyarakat miskin dalam memperbaiki
kehidupan adalah karena mereka tidak mampu untuk melakukan pemupukan modal yang
dapat dipergunakan sebagai pengembangan usaha. Dengan sistem kelompok, maka
modal yang kecil dari setiap warga dapat berkembang menjadi besar, sehingga
dapat dipergunakan sebagai modal usaha. Di samping itu, dengan adanya modal
yang terkumpul dapat mengundang partisipasi dana lebih besar dari pihak ketiga.
Saat ini terbuka kemungkinan Bank melayani kelompok-kelompok swadaya yang
berstatus non formal. Kemampuan permodalan kelompok yang semakin bertambah
memberikan peluang semakin besar untuk mengembangkan usaha produktif.
Usaha
produktif yang dilakukan kelompok menyebabkan terbukanya kesempatan kerja atau
usaha bagi kelompok itu sendiri maupun masyarakat luas. Hal ini berdasarkan
kenyataan bahwa satu usaha produktif yang dilakukan, misalnya peternakan atau
industri kecil, tentu memerlukan usaha lain untuk menunjang keberhasilan usaha
produktif pokok. Usaha-usaha lain dari usaha pokok inilah yang membuka
kesempatan kerja baru (diversifikasi) dan peningkatan pendapatan warga
masyarakat.
c.
Dampak dalam Aspek Kemasyarakatan
Proses
interaksi didalam kelompok dengan sesama anggota maupun dengan berbagai sumber
pelayanan dan pembinaan semakin meningkatkan wawasan berbangsa dan bernegara.
Adanya kelompok sebagai wadah mengaktualisasikan diri warga masyarakat pedesaan
menyebabkan mereka merasa terlibat dalam proses pembangunan. Keterlibatan
mereka dalam pembangunan tidak lagi pasif, tetapi menjadi aktif karena telah
turut berusaha dalam berbagai kegiatan produktif yang memberikan andil dalam
sistem perekonomian yang lebih luas.
Kesadaran
untuk turut berperan serta dalam kegiatan kelompok tersebut mempunyai dampak
lebih lanjut, yaitu adanya kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam
program-program pembangunan yang ditawarkan pemerintah. Proses pengembangan
kemandirian dan kesadaran berpartisipasi telah menjembatani kesenjangan sosial
di tingkat lokal. Dengan menyempitnya kesenjangan sosial berarti stabilitas
sosial politik pun dapat terus berlanjut. Sementara itu, pengalaman lapangan
LSM yang merupakan hasil kaji tindak (participatory action research) dapat
merupakan rekomendasi bagi perbaikan dan peningkatan dari pendekatan
pembangunan.
F. Hambatan kapasitas
partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan partisipatif di kota Solo.
a).
Hambatan dalam badan – badan
1).
Tempat pembentukan keputusan:
Dengan
sentralisasi, pendekatan pelepasan pelayanan, tempat pembuatan keputusan di
dalam masing – masing badan umumnya ada di ibu kota negara atau di ibu kota
provinsi. Rancangan program dasar, anggaran untuk pegawai, peralatan dan daya
pendukung, deskripsi kerja untuk setiap pegawai semuanya ditentukan pada
tingkat pusat. Pendapat dari para pejabat lokal mempunyai dampak yang kecil.
2).
Sikap, Nilai, dan Keahlian :
Tingkah
laku yang dapat dijadikan teladan dan panutan penuntun sebagai bagian dari
kepemimpinan yang terhormat adalah juga penting. Latihan dan penataran bagi
karyawan agar mereka memahami arti yang sesungguhnya dari istilah – istilah
teknis dapat membantu mereka mengurangi penggunaan bahasa teknis.
3).
Sistem Evaluasi :
Tiga
kebutuhan mengubah orientasi system evaluasi :
a).
Mengubah dari penekanan aktivitas ke penekanan pada hasil.
b). Memberi pengakuan pada pembangunan
kapasitas masyarakat. Masyarakat mestinya yang ditumbuhkan inisiatifnya dan
mengerjakan sesuatu oleh mereka sendiri.
c). Menyatukan pertanggung jawaban
kepada masyarakat kedalam system evaluasi. Seorang pegawai suatu badan dinilai
hanya oleh pengawas dalam badan itu, tidak oleh orang – orang yang diharapkan
untuk dilayani. Suatu mekanisme yang tegas untuk mendorong pertanggung jawaban
pada masyarakat lokal nampaknya memang diperlukan.
4). Stabilitas penempatan pegawai.
Bila
program – program di kembangkan bersama orang – orang dengan cara – cara yang
unik disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, personil – personil dari badan
yang menanganinya harus tinggal bersama proses itu dalam jangka waktu yang
cukup lama agar dapat memahami kebutuhan – kebutuhan dan membantu mengembangkan
program – program yang cocok.
b). Hambatan dalam komunitas
1).
Kurangnya organisasi lokal yang memadai :
Dalam
banyak hal organisasi – organisasi lokal diperlukan sebagai saluran agar orang
– orang dapat berpartisipasi dalam mengembangkan dan melaksanakan program –
program.
2).
Kurangnya keahlian berorganisasi :
Di
dalam masyarakat banyak yang hanya memiliki sedikit pengalaman dalam
menggerakan organisasi – organisasi partisipasi, akibatnya adalah kurangnya
keahlian dalam mengorganisasi pertemuan mencapai kata sepakat, memilih pemimpin
yang cakap menangani dana – dana organisasi. Untuk mengatasi hal ini cara yang
paling tepat ialah dengan memberikan pelatihan kepemimpinan tentang dasar –
dasar keahlian serta memberi informasi tentang bantuan teknis dan keuangan yang
sedang ditawarkan.
3).
Lemahnya fasilitas komunikasi:
Menyertakan
masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam jumlah yang besar benar – benar
menjadi sulit. Satu mekanisme untuk mengatasi problem ini ialah mengelompokan
masyarakat ke dalam wilayah – wilayah yang lebih kecil agar setiap masyarakat
dapat terhubung dengan mudah.
4).
Perbedaan dalam golongan – golongan dan kepentingan ekonomi :
Di
dalam masyarakat terbagi – bagi ke dalam berbagai kelompok yang berbeda – beda
dan ke dalam berbagai kepentingan ekonomi. Perbedaan ini dapat mempersulit
terciptanya suara “pendapat masyarakat”. Karena banyak pendapat masyarakat yang
berbeda dengan pendapat badan yang menangani pembangunan.
5).
Korupsi :
Adanya
kecenderungan dari individu – individu yang berkuasa di dalam masyarakat
mengambil keuntungan pribadi dari setiap kesempatan yang di dapatkan.
c).
Hambatan dalam masyarakat
1).
Politik :
Bila
pengorganisasian masyarakat yang dirancang untuk melayani fungsi – fungsi lokal
kemudian diwarnai oleh identitas politik, akibatnya badan – badan yang
mengorganisasi dan mungkin organisasi lokal yang dibinanya menjadi actor dalam
pencaturan politik nasional. Hal ini akan mengundang konflik dengan kelompok –
kelompok politik yang lain yang bertentangan programnya.
2).
Hukum :
Dalam
hal partisipasi yang bermakna hanya dapat di tumbukan bila hak – hak tertentu dari
orang – orang yang diharapkan berpartisipasi diakui. Tetapi ada kemungkinan hak
– hak tersebut bertentangan programnya.
3).
Birokrasi :
Badan
– badan yang bekerja dalam pembangunan masyarakat diharapkan mengikuti kerangka
yang telah digariskan oleh pemerintah pusat. Hal demikian ini dapat menimbulkan
hambatan pengembangan pendekatan partisipatif.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar